TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Komisaris Utama PT Dok Kodja Bahari Desi Albert Mamahit mengungkap salah satu penyebab Badan Usaha Milik Negara sektor galangan kapal itu kerap merugi. Menurut dia, kerugian BUMN ini karena perseroan kerap tak menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
"Banyak pekerjaan belum selesai, akibatnya customer meragukan," ujar Mamahit kala berbincang dengan Tempo di Jakarta, Rabu malam, 11 Desember 2019. Pekerjaan yang tak kunjung selesai itu pun, tuturnya, ada yang termasuk kepada proyek nasional.
Berdasarkan dokumen yang diterima Tempo, proyek mangkrak itu antara lain pembuatan dua Kapal Angkut Tank pesanan Kementarian Pertahanan (Kemenhan). Kapal itu senilai masing-masing Rp 159,5 miliar atau totalnya Rp 319 miliar. Kapal tersebut mulai dikerjakan pada 2011 namun tertunda penyelesaiannya hingga saat ini. Seharusnya, pekerjaan itu bisa diselesaikan dalam 18 bulan.
Dalam dokumen yang sama, disebutkan bahwa PT DKB telah mengajukan addendum perpanjangan hingga sepuluh kali, namun pekerjaan itu belum juga selesai. Terakhir, BUMN itu meminta lagi perpanjangan kepada Kemenhan hingga Maret 2020, namun belum disetujui.
Selain kapal pesanan Kemenhan, tiga unit kapal perintis pesanan Kementerian Perhubungan untuk program Tol Laut juga masih mangkrak alias belum selesai. Kapal ini dikerjakan PT DKB dan KSO dengan PT Krakatau Shipyard.
Dari tiga unit kapal pesanan Kemenhub itu, sebanyak dua unit sebesar 2.000 GRT dengan nilai Rp 73 miliar per unit. Sementara satu unit kapal kontainer 100 Teus senilai Rp 113 miliar.
Pekerjaan lain yang juga belum kelar adalah proyek nasional satu unit Kapal Perintis 750 GRT, yang juga pesanan Kemenhub. Pekerjaan senilai Rp 32 miliar ini dikerjakan langsung oleh DKB. Pembuatan kapal itu sudah mulai sejak 2015 dan sampai saat ini belum selesai.